Jangan Putus Asa

“Cobaan datang silih berganti

menerpa kaum muda

Membuat mereka berkeluh kesah

sepanjang masa.

Tapi ketika tiba-tiba

cobaan itu menghilang,

mereka baru tersadar bahwa

jalan keluarnya memang hanya pada Allah.

Padahal dikiranya cobaan itu tak akan

pernah berakhir.

Janganlah putus asa, karena setiap kesulitan

pasti akan disudahi dengan kemudahan

Dan hati akan merasa lapang.

Bersabarlah…

Bersabar di dunia sampai meraih impian

dan tujuan

Adalah cara yang terbaik…

************

Ingatlah wahai orang yang susah lagi marah.

Bila kamu didera kesulitan kelewat batas,

Renungkanlah surat Alam Nasyrah

Kesulitan itu berada di antara

dua kemudahan.

Bila kamu didera kesulitan yang berulang,

Maka bergembiralah…

Karena sesungguhnya kesulitan itu

akan diiringi oleh dua kemudahan.

Untuk itu, janganlah bersedih…

(dipetik dari buku diatas)

April 5, 2011Permalink 1 Comment

Sejuta Umat Tak Cukup Satu DAI

.

[petikan dari buku di atas]

Setidaknya ada tiga kunci sukses dakwah untuk mengubah keadaan minadzulumati ilannur.

Pertama, faktor da’i. Juru dakwah yang diperlukan adalah da’I dengan iman yang melahirkan keikhlasan, dengan ilmu yang melahirkan amal saleh, dengan akhlak yang melahirkan keteladanan, dan dengan wawasan aktual yang membangkitkan semangat. Inilah profil da’I yang akan mampu mengubah mad’u menjadi generasi lebih baik. Bukan da’i yang sekadar melahirkan fans atau penggemar, yang gampang bubar bila juru dakwah tak lagi disukai.

Organisasi dakwah yang well-managed adalah faktor kedua. Mengutip wasiat Sayidina Ali bin Abi Thalib, Ustaz Syuhada Bahri mengingatkan bahwa kebenaran yang tidak well-managed akan dikalahkan oleh kebatilan yang well-organized.

Selain itu,organisasi dakwah juga tidak boleh kehilangan orientasi akibat terlena godaan duniawi.

Dana, harus diakui, merupakan faktor penentu berikutnya keberhasilan da’wah. Namun, dana dakwah haruslah tetap menjamin kemandirian dakwah, sehingga da’i dan organisasi dakwah tetap memiliki ‘izzah.

Lawan tetap Lawan

.

“Apakah kamu tidak perhatikan orang-orang yang mengambil nafsu sebagai Tuhannya? Maka apakah kamu hendak menjadi wakil (orang yang bertanggungjawab) ? Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanya seperti binatang bahkan lebih sesat lagi.”

(Al Furqan: 43-44)

February 11, 2011Permalink 1 Comment

Senyum Sebagai Sedekah dan Manfaatnya


Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman alami, dan senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan, lebih menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”   – Dil Karanji

Definisi Senyum:

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit.

Senyum juga menggambarkan jiwa dan kepribadian seseorang. Tapi senyum juga sering berarti rasa tak senang, dalam hal ini dapat dikatakan senyum itu adalah senyum sinis. Semua orang hanya menyukai senyum yang datang dari rasa kebahagiaan atau kesengajaan karena adanya sesuatu yang membuat dia tersenyum.

Senyum Sebagai Sedekah

Dalam agama Islam, senyum juga merupakan suatu ibadah karena membuat orang yang tersenyum menjadi indah dan enak dilihat. Islam mengajarkan bahwa jika Anda tidak memiliki apapun untuk disedekahkan, maka bersedekahlah dengan  sebuah senyum.

Di zaman Rasulullah saw., seorang sahabat yang tidak memiliki apa-apa untuk disedekahkan bertanya kepada Rasulullah, ”Jika kami ingin bersedekah, namun kami tidak memiliki apa pun, lantas apa yang bisa kami sedekahkan dan bagaimana kami menyedekahkannya?” tanya sahabat.

Rasulullah sebelumnya pernah bersabda,

”Bani Adam setiap harinya memiliki kewajiban untuk bersedekah sejak matahari mulai terbit.”

Barangkali sabda Rasulullah itulah yang mengganggu pikiran sahabat. Namun, apa daya dia tidak memiliki apa pun untuk disedekahkan, sedangkan keinginannya untuk bersedekah sangat kuat. Oleh karena itu, dia memberanikan diri untuk bertanya.

Sebagian besar yang terpikir dalam benak kita bersedekah adalah lebih menyangkut pemberian uang, pakaian, atau apa pun yang bisa langsung dinikmati penerima dalam bentuk materi atau fisik. Hal itu juga mungkin yang ada dalam pikiran sahabat Rasulullah sehingga dia sangat gelisah karenanya. Dia berpikir, apabila dia tidak dapat memberikan sedekah pada hari itu, dia tidak dapat menjalankan perintah Allah dengan baik.

Jika Anda berpikir sama seperti sahabat tersebut bahwa bersedekah harus dengan pemberian  materi, Anda salah. Islam sangat memberikan kemudahan kepada umatnya untuk mengais pahala. Seperti dikatakan Rasulullah:

”Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan itu banyak: tasbih, tahmid, takbir, tahlil (dzikir), amar ma’ruf nahyi munkar, menyingkirkan penghalang (duri, batu) dari jalan, menolong orang, sampai senyum kepada saudara pun adalah sedekah.”

Senyum Dapat Merubah Dunia

Senyum merupakan salah satu instrumen di dalam berdakwah. Rasulullah dapat menjadi berhasil salah satunya karena pengaruh senyum Beliau. Pada zaman Rasulullah pada suatu ketika terdapat seorang Badui yang menarik sorban Beliau hingga tercekik dan tarikan sorban itu meninggalkan bekas pada leher Rasulullah karena ia meminta sesuatu dari Beliau. Orang badui ini berpikir, pasti setelah ia melakukan hal tersebut, Rasulullah akan marah. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, ia terkesima menatap Rasulullah yang tidak marah atas perlakuannya yang sangat kasar, tatapi justru Rasul tersenyum dengan ikhlas kepadanya. Akhirnya, senyum ikhlas Rasulullah, membawa orang Badui ini menikmati indahnya Islam.

Manfaat Senyum

Jika Anda belum mengetahui apa manfaat senyum, Anda akan tercengang dengan penjabaran berikut:

1. Dari Sisi Kesihatan

  • Sama dengan olahraga
  • Mengurangi infeksi paru-paru
  • Mengurangi sakit jantung
  • Meningkatkan semangat dan kesehatan
  • Mengurangi dua hormon dalam tubuh yaitu eniferin dan kortisol
  • Mempercepat proses penyembuhan penyakit
  • Mengurangi rasa nyeri atau sakit
  • Obat awet muda

2. Dari Sisi Psikologi

  • Mengurangi stress
  • Meningkatkan kekebalan secara psikologis
  • Menjadi lebih rileks
  • Memberi kesan berseri dan optimis

3. Dari Sisi Agama

  • Merupakan sedekah
  • Obat rohani
  • Tanda kemurahan hati

4. Dari Sisi Penampilan

  • Menambah daya tarik
  • Memperbaiki penampilan
  • Menunjukkan kebahagiaan
  • Lebih disegani

Hadits-hadits yang menganjurkan senyum:

1. (HR Imam Trumudzi, Ibn Hibban & Al-Baihaqi):

”Tersenyum ketika bertemu saudara kalian adalah ibadah.”

2. (HR Ad-Dailamy):

”Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang bermuka masam dihadapan saudara-saudaranya.”

Senyum dapat memancarkan ikatan kasih sayang sehingga tercipta ta’liful qulb (hubungan hati). Ikatan hati yang bukan sekadar diikat oleh sesuatu yang bersifat materi, tetapi oleh iman dan Islam. Senyuman sebagai bukti Anda menghargai, menyayangi, dan mencintai saudara Anda. Maka tersenyumlah…

sumber : http://rahadianagushamdani.wordpress.com

Hati Sebesar Cawan Dan Hati Sebesar Kolam

“Aduhai, kenapakah hidup aku selalu dirundung malang begini..?” lelaki muda itu berkeluh-kesah. Selama hidupnya, dia tak pernah merasakan ketenangan yang sebenar. Hatinya tidak pernah sepi daripada merasakan kerisauan.

Fikirnya, Tuhan tidak pernah sudi meminjamkan kedamaian hati padanya. Dia sangat cemburu apabila memandang sekeliling. Mereka bebas ketawa dan mudah tersenyum. Tapi dia? Dia hanya mampu tenggelam dalam dunia sepi dan resahnya sendiri.

Hatinya tidak mampu mengisi segala masalah yang menghimpit jiwanya. Lalu, selepas lelah dan puas berfikir, suatu hari dia melangkah longlai menuju ke hujung kampung. Niat hatinya, ingin menemui seorang lelaki tua.

Saban hari, wajah lelaki tua itu sentiasa kelihatan tenang. Damai sentiasa bertamu diwajahnya. Dia ingin sekali meminta rahsia. Lalu, dia terus berperi kepada lelaki tua tersebut.

Masalah keluh kesah dan kerisauannya didengari lelaki tua itu sambil tersenyum. Lalu dia mengajak lelaki itu ke suatu tempat iaitu ke tepi sebuah kolam yang besar sambil membawa sebiji cawan dan dua bungkus garam. Lelaki itu mengikut, walaupun hatinya sedikit hairan.

“Anak muda,” lelaki tua itu bersuara.

“Ambillah cawan ini, isikanlah air dan masukkanlah sebungkus garam,” ujarnya lagi. Lelaki itu yang dalam kebingungan hanya menurut.

Cawan diambil, air diisi dan garam dimasukkan. Kemudian lelaki tua itu berkata lagi.

“Sekarang kamu minumlah air tersebut,” dalam bingung yang masih bersisa, lelaki itu mengikut kata lelaki tua itu.

” Apa rasanya?” tanya lelaki tua itu apabila melihat kerutan di dahi lelaki tersebut.

” Masin!”

Lelaki tua itu tersenyum lagi.

“Sekarang, kamu masukkan pula sebungkus garam ini ke dalam kolam itu. Kemudian kamu hiruplah airnya.”

Lelaki tua itu menunjukkan arah ke kolam. Sekali lagi lelaki itu hanya mengikut tanpa menyoal. Air dicedok dengan kedua belah tapak tangan dan dihirup.

“Apa rasanya, wahai anak muda?” soal lelaki tua itu.

“Tawar, tidak masin seperti tadi,” lelaki muda itu menjawab sambil mengelap mulut.

“Anakku, adakah kamu memahami kenapa aku meminta kamu berbuat begitu tadi?” tanya lelaki tua itu, sambil memandang tepat ke arah lelaki tersebut. Lelaki itu hanya menggeleng. Lelaki tua itu menepuk-nepuk bahu lelaki tersebut.

“Anakku, beginilah perumpamaan bagi diri kita dan masalah. Garam itu umpama masalah. Cawan dan kolam umpama hati kita. Setiap orang mempunyai masalah, ditimpa masalah dan diuji dengan masalah. Tetapi, kalau hati kita sebesar cawan, maka kita akan merasai pahitnya masalah itu, pedihnya hati kita dan keluh kesahnya kita.”

“Tetapi kalau hati kita sebesar kolam, masalah tidak akan mengganggu kita. Kita masih boleh tersenyum sebab kita akan mengerti masalah bukan hadir untuk menyusahkan kita. Masalah dianugerahkan untuk kita berfikir, untuk kita muhasabah diri. Masalah dan ujian akan memberi hikmah kepada kita.”

“Anakku, itulah rahsiaku. Aku sentiasa berlapang dada, aku sentiasa membesarkan jiwaku, supaya aku boleh berfikir tentang perkara-perkara lain dan masih boleh memberi kebahagiaan padaku. Aku tidak akan sesekali membiarkan hatiku kecil seperti cawan, sehingga aku tidak mampu menanggung diriku sendiri.”

Maka, pada petang itu lelaki itu pulang dengan senyuman yang terukir di bibir. Dalam hati, dia berjanji akan sentiasa membesarkan jiwa dan berlapang dada.

sumber  : www.iluvislam.com

January 11, 2011Permalink 1 Comment

Kita Sibuk Dengan Apa?

Kita sering merungut sibuk.. saya sibuk nie.. tak dapat nak hadir majlis ilmu, tak sempat hadir usrah, tak sempat nak hadir mesyuarat dan lain-lain. Tapi tahukah anda bahawa Ar-Rasul adalah manusia yang paling sibuk. Namun kita lihat bagaimana ia memperuntukkan masanya untuk beribadah kepada Allah sehingga bengkak kedua kakinya sedangkan beliau telah dijanjikan syurga.

Ini kerana beliau mahu menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah yang telah memberinya banyak nikmat. Maka marilah kita sama-sama ukur sejauh mana kesibukan kita dan kesyukuran kita kepada Allah  s.w.t .

Rasulullah s.a.w. sibuk kerana:

  • Memikirkan masalah umatnya sampai kiamat
  • Bermunajat kepada Allah setiap malam
  • Mengajar ilmu kepada sahabat setiap hari
  • Berperang di jalan Allah
  • Melayani isteri-isteri
  • Menerima dan mengajar Al-Qur’an yang disampaikan oleh Jibrail  selama 23 tahun serta menghafalnya
  • Melayani tetamu dari bangsa Badwi, Yahudi, Parsi, dan lain-lain
  • Menziarah orang sakit (biar muslim, munafiq atau yahudi)
  • Mengajar ilmu  Al-Qur’an kepada Jin
  • Memikirkan untuk menyelamatkan umatnya di hari kiamat (dengan  menyimpan permintaan yang paling besar kepada Allah untuk digantikan  dengan syafaat)

Tetapi kita…. sibuk kerana hanya beberapa perkara :

  • Kerja
  • Keluarga (isteri dan anak-anak)
  • Melangsaikan hutang
  • Main facebook, nengok Youtube
  • Dan lain-lain..

Renungkanlah kata-kata ini pula :

Lebih baik mata itu buta jika tidak menghargai keindahan dan ayat-ayat Allah s.w.t.
Lebih baik telinga itu pekak jika tidak mendengar nasihat-nasihat Allah s.w.t.
Lebih baik anggota badan itu mati jika tidak melaksanakan segala suruhan Allah s.w.t.
Barangsiapa mengaku empat perkara tanpa disertai dengan empat perkara yang lain, maka dia adalah pembohong. Barangsiapa mengaku cinta syurga tetapi tidak beramal dengan ketaatan, maka dia adalah pembohong.
Barangsiapa yang mengaku cinta Rasulullah saw tetapi tidak cinta kepada ulama dan kaum faqir, maka dia adalah pembohong. Barangsiapa yang mengaku takut pada neraka tetapi tidak meninggalkan maksiat, maka dia adalah pembohong. Dan barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah swt tetapi berkeluh-kesah dari bala, maka dia adalah pembohong. : Al-Imam Ghazali

Sumber : http://www.iluvislam.com

January 4, 2011Permalink 1 Comment

Perjalanan Membina Masjid

Entri ini agak panjang. Tapi tak rugi jika diluangkan sedikit masa untuk membacanya. Lebih-lebih lagi bagi mereka yang kepingin bernikah. Maaf sumbernya tidak dinyatakan. Hasil perkongsian daripada seorang sahabat kepada sahabatnya epah. Aku cuma panjangkan je lagi.

gambar hiasan

Ada sebuah pepatah Arab yang bermaksud, ‘Ilmu agama itu terpenggal di celah kangkang wanita.’

Pepatah itu cukup bermakna bagi mereka yang berazam mahu menuntut ilmu hingga ke mati. Bagi mereka yang mengambil keputusan berkahwin, makna pepatah itu perlahan-lahan meresap dalam kehidupan. Pemahaman tentangnya berevolusi mengikut tahapan-tahapan dalam kehidupan berkeluarga.

Ketika cuma berdua dalam rumahtangga, suami yang mahu menuntut ilmu harus cekal menghadapi tentangan-tentangan halus dari sang isteri. Daripada bujukan supaya masa luang yang dahulunya di habiskan di hadapan tuan guru kini harus dihabiskan disisinya, kepada rengekan mahu mengikut ke mana sahaja si suami pergi. Jika ditinggalkan si isteri pasti merungut. Jika dibawa pula, suami terasa terbeban dengan pelbagai limitation baru : masa menunggu untuk bersiap, tidak boleh lama-lama berbual dengan tuan guru atau rakan sepengajian selepas habis kuliah, tidak boleh join majlis-majlis ‘ad-hoc‘ yang sering sahaja ada. Untuk bepergian jauh-jauh juga sudah menjadi semakin payah. Isteri mengumam takut-takut kalau si suami berlaku curang di tempat yang jauh itu.

Apabila beranak-pinak, masalah lain pula timbul. Jangankan hendak ke kuliah, kadangkala hendak ke masjid yang dekatpun sudah semakin payah. Bayangkan tatkala azan sudah berkumandang, si anak tiba-tiba membuang air besar dan hanya mahu dicuci oleh si suami. Mahu tidak mahu suami terpaksa menukar baju, menyelesaikan si anak yang kadangkala akan meragam dan tidak mahu ditukar lampin dan segala macam kerenah lain. Waktu solat jemaah di surau atau masjidpun sudah berlalu bila semuanya selesai. Di hari yang lain pula, anak merengek minta disuapkan makanan, atau terjatuh ketika sedang bermain, atau tiba-tiba demam sambil muntah-muntah. Di waktu yang lain, si anak menjerit-jerit mahu mengikut apabila melihat bapanya sudah bersedia dengan baju Melayu dan berkopiah di kepala. Akhirnya, si bapa terpaksa membatalkan niat berjemaah di surau.

Seorang lelaki yang (akan) bergelar suami atau bapa dengan itu perlu bersiap dengan sifat tabah dan sabar. Sebaik sahaja menikahi seorang perempuan, ruang untuk mendalami ilmu agama akan menjadi sukar. Bak kata seorang ustaz, kalau ibarat buah, sudah sampai hujung musim. Maknanya persiapan ilmu agama kena disiapkan sebelum bernikah.

Kemudian, sesudah bernikah dan beranak-pinak, keazaman dan pemahaman perlu teguh tentang makna pengabdian kepada Allah. Dalam banyak keadaan, apabila situasi tidak mengizinkan dan taqdir Allah berlawanan dengan kehendak dan naluri, lelaki itu harus segera membetulkan tekad dan niat, dan bertafakkur melihat suasana. Jika keadaan itu ternyata masih dalam lingkungan syari’ah maka haruslah mengubah khidmahnya kepada tuan guru dan sahabat-sahabatnya kepada khidmah atas kehendak isteri dan anak-anak.

Sesungguhnya hanya apabila sudah berkahwin dan beranak-pinaklah baru kita atas benar-benar menghayati doa yang kita panjatkan kepada Allah: Rabbana hablana min azwajina wa zurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina Imama.

Iaitu yang bermaksud, “Wahai Tuhan kami, jadikanlan anak-anak dan isteri kami penyejuk mata*, dan diri kami Imam Penunjuk bagi golongan yang bertaqwa**.”

* iaitu boleh juga difahami melalui doa ini kita meminta supaya Allah tetap mempositifkan pandangan mata kita kepada mereka walaubagaimana dahsyatpun kerenah mereka, supaya Allah tetapkan kita dengan kesabaran dan tidak (contohnya) memukuli mereka dengan emosi amarah melainkan dengan niat mendidik semata-mata.

** bukan sahaja ini merupakan harapan bahawa mereka akan menjadi bertaqwa, bahkan ia juga mempunyai harapan bahawa diri kita pun termasuk dalam golongan bertaqwa itu, malahan menjadi yang terbaik dari kalangan mereka yang bertaqwa.

Ya Allah jauhkanlan kami dari hilang sifat sabar dan hikmah dalam urusan keluarga kami semoga dengan itu jadilah kami ini golongan yang bertaqwa, amin.

p/s: Buang yang keruh ambil yang jernih

December 22, 2010Permalink Leave a comment

Bayu Kinabalu

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu

Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Sesungguhnya Engkau tahu
Bahwa hati ini tlah berpadu
Berhimpun dalam naungan cintaMu

Bertemu dalam ketaatan
Bersatu dalam perjuangan
Menegakkan syariat dalam kehidupan

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya

Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam
Ya Robbi bimbinglah kami…

Rapatkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakkal padaMu

Hidupkan dengan ma’rifatMu
Matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Rapatkanlah dada kami
Dengan karunia iman
Dan indahnya tawakkal padaMu

Hidupkan dengan ma’rifatMu
Matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Kuatkanlah ikatannya
Tegakkanlah cintanya
Tunjukilah jalan-jalannya

Terangilah dengan cahyaMu
Yang tiada pernah padam

Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…
Ya Robbi bimbinglah kami…

December 20, 2010Permalink Leave a comment

Dikejar dan Mengejar

[bedah buku]

“Allah di mana-mana. Kita dapat menemukan-Nya kemana pun kita melangkah. Jika seseorang tidak menemukan-Nya, maka itu berarti mata hatinya buta sehingga tidak melihat-Nya. Mulutnya pun bisu sehingga tidak mampu bertanya atau bermohon kepada-Nya, dan pikirannya kacau, maka dia tidak menyedari wujud dan kebesaran-Nya. Dia tidak memungsikan potensi dan daya-daya yang dianugerahkan Allah kepadanya, sehingga dia bukanlah orang yang berakal. Semoga tidak demikianlah keadaan penulis dan pembaca.”  -M.Quraish Shihab

December 11, 2010Permalink 1 Comment